Senin, 23 Januari 2017

Sebuah Tulisan untuk Wiji Thukul

Kali ini aku baru saja keluar dari gedung bioskop, lalu aku memutuskan untuk langsung menulis betapa berkesannya setelah menonton "Istirahatlah Kata-Kata".
Istirahatlah Kata-Kata disutradarai oleh Yosep Anggi Noen, film ini menceritakan bagaimana seorang Wiji Thukul bersembunyi dari kejaran militer pada saat itu. 
Wiji Thukul adalah seorang penyair, ia menulis beberapa puisi yang dianggap memicunya konflik yang ada pada masa Orde Baru.
Kali ini aku hanya becerita tentang film Istirahatlah Kata-Kata, karena aku belum memiliki kapasitas yang baik untuk membahas apa yang terjadi pada masa Orde Baru.
Pertama aku ingin memuji semua pemain di film ini. Salah satunya, Marissa Anita, aku mengetahui namanya saat dia menjadi News Anchor di sebuah stasiun televisi. Buatku, Marissa Anita sangat berhasil memerankan Sipon yakni istri Wiji Thukul.
Film ini menunjukan bagaimana seorang Wiji Thukul (diperankan oleh Gunawan Maryanto) berpindah-pindah tempat untuk bersembunyi. Sesekali, Sang penyair membacakan beberapa karyanya, salah satu yang sangat aku suka adalah "tanpa judul". Puisi itu sangat menyentuh hatiku sebagai generasi yang hidup di era sekarang. Selain itu, puisi ini juga menggambarkan betapa ngerinya hidup di masa itu. 
(tanpa judul)
kuterima kabar dari kampung
rumahku kalian geledah
buku-bukuku kalian jarah
tapi aku ucapkan banyak terima kasih
karena kalian telah memperkenalkan
sendiri
pada anak-anakku
kalian telah mengajar anak-anakku
membentuk makna kata penindasan
sejak dini
ini tak diajarkan di sekolahan
tapi rezim sekarang ini memperkenalkan
kepada kita semua
setiap hari di mana-mana
sambil nenteng-nenteng senapan
kekejaman kalian
adalah bukti pelajaran
yang tidak pernah ditulis (Wiji Thukul - tanpa judul)
Bagian lain yang aku suka, ketika Paul (nama baru Wiji Thukul yang hidup di Pontianak) menelpon Sipon, di ujung telepon Sipon bersiul untuk Paul, siulan Sipon ini membuatku merasakan perihnya hidup berjauhan dengan seorang yang kita sayangi. 
Film ini ditutup dengan Sipon menangis karena salah satu tetangganya menyebar berita bahwa Sipon adalah seorang 'lonte'. Kata-kata Sipon juga membuatku makin merasakan sakitnya film itu.
"Aku nggak pernah nangis, bahkan pas kamu pergi aku juga nggak nangis, pas kamu pulang, sekarang aku malah nangis. Aku nggak tau harus gimana? Aku nggak mau kamu pergi, tapi aku juga nggak mau kamu pulang, aku cuma mau kamu ada."
Entah mengapa, ucapan itu menusuk tepat di hatiku, mungkin aku yang terlalu gampang terbawa suasana, hehe.
Sebenarnya, situasi yang menyebalkan itu adalah omongan orang, karena orang itu selalu menilai apa yang dia lihat bukan dengan sisi lain. Tapi, ya namanya manusia. Kalo nggak gitu, hidup nggak seru ya, hehe.
Menurutku, film ini sangat bagus untuk generasi milenium, sepertiku misalnya, jujur saja Wiji Thukul adalah salah satu inspirasiku untuk menulis, karyanya dia yang sangat sederhana tapi memiliki arti yang begitu dalam.
Jadi, kalian wajib nonton film Istirahtlah Kata-Kata. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar